Sisa laskar reuni tinggal 10 orang. Kami pulang kampung naik KA ke Jakarta, sore kemarin. Sudah 5 hari berkelana di Semarang, dan sekitarnya.
Di bawah pimpinan "Dirut KAI KEKL73," Victor, rombongan bergegas naik gerbong 4. Kereta akan "take off" pukul 16.15, tapi kami sudah siaga di peron sejam sebelumnya.
Onky, yang biasanya nyopir Airbus, malah mengira jadwal keberangkatan KA, pukul 15.15. Konon jadwal pilot memang seperti itu. Sejam sebelum “bertemu,” "persenjataan" harus "siap tembak."
Banyak lagi kelucuan yang muncul di sana-sini. Tapi lumrah saja, "Every Moment Matters" kadung jadi "Tag Line," hingga membuat setiap peristiwa bahkan setiap menit berharga untuk dikenang, kapan-kapan.
Jootje tak sabar lagi ketemu "hyangnya" malah kebingungan mencari lokasi toilet di stasiun Tawang. Maklum oleh-oleh seekor bandeng presto sudah dikekep erat-erat sejak 7 jam lalu. Jatuh cinta memang indah, meski usia kadang membuat "indehoy" terasa dingklang.
Yang pasti, sepuluh laskar tua yang terakhir "pulkam" sudah lempe-lempe kecapaian. Tenaga diforsir untuk kia-kia yang menyita energi yang sudah menipis.
Lima hari melampiaskan gairah bertemu teman lama yang sudah 50 tahun berlalu di reuni Keluarga Eks Kolose Loyola, angkatan (lulus tahun) 1973.
Dimulai saat KA dari Jakarta mendarat di Tawang, Rabu, pukul 12.30.
Sambutan panitia luarbiasa mengharukan. Empat armada Hi-Ace tipe terbaru berjajar di halaman stasiun. Tim penyambutan, yang mayoritas perempuan, yang (dulu pernah) cantik, berjajar di pintu keluar. Entah mengapa kok perasaan mendadak sentimentil. Ingat 50 tahun lampau ketika masih gagah-perkasa dan cantik jelita.
Dari situlah acara reuni 50 tahun KEKL 73 dimulai.
Jangan keliru, Teddy sebagai panglima, di Jakarta, dan Nanik sebagai "kepala staf", di Semarang, sudah sibuk tak alang kepalang sejak 3 bulan sebelumnya. Mereka memimpin anak-anak buahnya bekerja banting tulang, tak kenal lelah dan dahaga.
Acara resmi selama 3 hari tergolong "biasa-biasa" saja, tapi kehangatan tetap menjadi target utama.
Perjanjian awal sudah ditegakkan. Seyogyanya "piyantun sepuh" tidak pergi terlalu jauh dari kandangnya. Maka, tema reuni kali ini, "Seket Tahun Balik Kandang" dicanangkan sejak awal.
Ini membuat acara lebih banyak berpusat di "kandang", hotel @Hom, jalan Pandanaran. Lili dan mas Hendra, sang pemilik hotel, menjadi OC tanpa bayar, tapi berkiprah nyaris sempurna.
Sekali dua, rombongan jalan-jalan ke luar sarang.
Sebut saja makan siang di “Nglaras Roso” dan “Ikan bakar Cianjur”. Atau piknik plus foto-foto buat oleh-oleh cucu di Gereja Blendug dan kawasan Kota Lama. Sisanya bercengkerama yang asyik tapi murah-meriah.
Acara paling mengharukan saat berkunjung ke “markas besar”, yaitu SMA Loyola Semarang.
Kecuali beberapa bangunan gedung yang dilestarikan, sisanya sudah disulap menjadi bangunan baru.
Victor mengaku “mbrebes mili” saat gamelan soepra, yang dialunkan siswa-siswa kelas 2, menyanyikan lagu “Mars Loyola”.
“Nggregel aku.”
Beberapa mantan Soepra yang main 50 tahun lampau juga ada di sana. Uchen, pemegang Saron 1, bergumam lirih.
“Saiki, bonang dicekel cah 2. Mbiyen mung siji. Pancen zaman iku pemain bonange luar biasa atraktif”.
(Sayang dia tak menyebutkan siapa orangnya)
Satu lagi adalah bangunan yang megah dan artistik, yaitu “Loyola Student Centre”.
Bentuknya mirip kapal Phinisi. Sangat instagramable, cocok menjadi latar belakang foto bersama. Isinya perpustakaan, ruang ekspresi, ruang sinema dan pusat komputer. Rasanya belum ada SMA di Indonesia yang memiliki “pusat kegiatan siswa” seperti itu.
Malam temu kangen dan makan malam bersama menjadi acara puncak. Romo Superior Loyola, Moerti Yoedho Koesoemo SJ dan Ketua Umum KEKL Pusat, Vidion rawuh di sana. Makanan khas Semarang dan seratus lebih door prize dibagikan.
Hari ketiga, diawali misa syukur, dipersembahkan oleh Romo Yohanes Heru Hendarto SJ. Khotbah Romo mengajak alumni Jesuit untuk terus berkiprah di masyarakat dengan “kenakalan-kenalan yang reflektif”.
Tercatat ada 120 peserta yang ikut reuni. Satu hari sebelum hari “H”, beberapa manula mengundurkan diri karena kurang sehat. Beberapa mendadak nongol saat acara berlangsung. Kadang “menggelikan” kala “mengelola” lansia.
Seluruhnya, tercatat 200-an anggota KEKL73, tapi sekira 50 sudah mendahului kita. Sangat terhibur, ketika Almarhum Tutuk, Rudi dan Momok diwakili oleh spouse-nya. Serasa mereka hadir di tengah-tengah kami.
“Pul-kumpul” kali ini memang luar biasa. Mendekatkan yang jauh, mengakrabkan yang lama tak jumpa, mengingatkan mereka yang terlupa (karena usia) dan menambah empati bagi yang membutuhkan. Bayangkan, Eddy Pramono khusus datang dari Santa Clara, Amerika dan Budi Halim dari Sydney, Australia. Tamu lokal berdatangan dari Surabaya, Bandung dan Jabodetabek. Sementara cah Semarang, on-off bergantian.
Dekat dengan orang yang dikasihi, bersilaturahmi dan mengungkit nostalgia dengan teman-teman lama tidak hanya memperpanjang usia dan melancarkan rezeki tapi juga membentuk hormon Oxytocin yang mampu melahirkan rasa bahagia tumbuh di dada.
Meski sudah berada di laps akhir, terus pupuk semangat hidup sehat dan bahagia. Angka tak berarti apa pun. Hidup bermakna menghalangi agar “seket” tak sia-sia menjadi “suket.”
Wis Seket, Ojo Dadi Suket
@pmsusbandono
29 Mei 2023