Beliau adalah Pak Untung, yang sekarang usianya hampir 70 tahun dan Mas Budi adik kelas saya waktu di SMA Kolese Loyola Semarang.
Pak Untung adalah salah satu senior se-almamater, jadi kami bertiga sama-sama konco KEKL.
Ceritanya, akhir Desember lalu saya mengajak dua putri saya untuk berbagi berkat ke Panti Asuhan Wikrama Putra. Kami membawa buku, majalah, dan boneka yang sudah gak dipakai main kedua putri, serta beberapa puluh nasi kotak untuk hampir seratus anak yang menghuni panti tersebut.
Alih-alih ingin berbagi berkat, saat pulang syaa sekeluarga justru membawa pulang lebih banyak berkat setelah mendengar penuturan cerita Pak Untung.
Sungguh bersyukur rasanya sore itu.
Suasana di panti yang terletak di daerah Ngaliyan, Semarang ini agak gerimis waktu kami sampai. Saat kami mulai ngobrol, Pak Untung bertutur bahwa dirinya dulu pertama kali dipanggil Pater Van Deinse, SJ untuk membantu beliau di panti mengurus anak-anak jalanan yang terlantar. Pater Van Deinse, SJ adalah seorang Romo Jesuit yang juga sempat memimpin SMA Kolese Loyola era 1960an.
"Kasihan mereka... Begitu kata Pater waktu itu sekitar tahun 1970-1971," ujar Pak Untung menjawab pertanyaan pembuka saya tentang asal-usul panti itu.
Pater Van Deinse tergerak melihat kondisi anak-anak terlantar dan beliau mengumpulkan anak-anak itu di panti untuk memberikan penghidupan yang lebih layak.
"Dulu Pater awalnya beli tanah setelah dapat kiriman uang dari ibunya di Belanda, terus pelan-pelan dibangun. Jadi saya udah disini ikut bantu-bantu waktu mbangun sini pertama kali," Pak Untung melanjutkan.
Pak Untung sendiri awalnya sempat ragu bagaimana dia bisa meneruskan karya mulia itu saat Pater memanggilnya di Rumah Sakit sesaat sebelum menjalani operasi prostatnya. Seperti ada firasat mau ditinggal Sang Pater selamanya, Pak Untung pun bertanya, "Lha nanti siapa yang mbiayain anak-anak ini kalo operasi Pater sampe gagal?," begitu kekhawatirannya saat itu.
"Untung... Kamu mesti percaya. Saya itu tidak malas, nanti saya di Sorga terus rajin bekerja mengetuk hati orang-orang untuk membantu. Kamu gak usah khawatir," begitu Pater meyakinkannya.
"Wah gak ngitung ya, mestinya kalo seribu ya lebih ya,.. Wong sekarang aja yang tinggal di sini seratus anak, yang bayi aja ada 5.. Yang sudah dewasa dan lepas dari panti sih tersebar di berbagai kota di Indonesia," jawab Pak Untung saat saya tanya sudah berapa anak asuh beliau sampai sekarang.
Mendengar beberapa mukjizat yang diceritakan Pak Untung, saya merasakan betapa hebatnya kuasa Sang Pencipta saat kita mau dipakai untuk menjadi saluran berkat-Nya.
Bayangkan... Pernah suatu malam, stok ASI untuk bayi di panti habis. Tiba-tiba malam itu Pak Untung ditelepon seorang pria jam sebelas malam. Pria itu sebetulnya sudah beralasan ke istrinya kalau besok pagi-pagi saja dia antarkan ASI sang istri yang stoknya berlimpah itu ke panti, toh sudah malam juga kilahnya ke sang istri. Namun, entah kenapa sang istri memaksanya kalau ASI-nya harus malam itu juga diantarkan.
Sang pria pun kaget saat sampai di panti dan diberitahu Pak Untung kalau dia baru saja dilaporin oleh salah satu anak panti bahwa stok ASI untuk bayi di panti malam itu persis habis.
"Waktu awal-awal saya ditinggal Pater, pernah suatu hari itu kami kehabisan beras. Trus siang itu saya ke Girisonta (makam Pater), dan saya doa sambil nangis nagih janji ke Pater. ... Saya doa di situ beberapa jam," tutur Pak Untung
"Pas pulang sampe panti malemnya, saya kaget kok tiba-tiba ada 10 karung beras besar."
"Yang aneh itu, saya nanya semua orang di panti gak ada yang lihat ada yang nganter beras hari itu. Padahal kan itu karung ukuran 100kg lho waku jaman itu. Masak sih karung sebesar itu gak kelihatan pas diangkat."
"Jadi sampai hari ini tu saya belum pernah belanja beras sama sekali, ... selalu aja ada orang yang ngirimin. Banyak orang-orang baik yang nolong anak-anak ini," lanjutnya.
"Wah.. ini yang namanya mukjizat di jaman sekarang ya!" Sahut saya sambil geleng-geleng sore itu.
Lain kali saya minta Mas Budi buat cerita juga tentang pengalaman hidupnya ya, karena dia adalah salah satu anak panti yang dulu punya kesempatan sekolah di Loyola dan sekarang sudah mandiri dengan pekerjaanya. Bukan itu saja, dia bahkan sudah punya warung makan juga sebagai bisnis sampingannya.
Yang pasti sih, sepulang dari panti sore itu kami sekeluarga makin yakin bahwa Tuhan selalu senantisa menolong siapapun yang mau datang kepadaNya, dan tepat pada waktuNya.
Sungguh, saya merasa terberkati hari itu dengan kisah nyata dari panti.
Pak Untung menutup, "hidup itu memang misteri, ya. ... yang pasti Tuhan itu memelihara setiap orang."
AMDG!
Source : Vidion Widyantara (KEKL 1994)